Kolom Artikel

Yeah..ahlan wa sahlan di kolom artikel.di sini kalian akan menikmati artikel artikel dari penulis penulis Berandalan Puritan seperti Herry Nurdi, Thufail Al Ghifari (Vokalis The Roots Of Madinah), Dan Yanuardi Syukur dari Komunitas Anti Zionis Internasional (KaZI) dan kru - kru berandalan puritan lainnya. Kalian juga bisa melibatkan diri dengan mengirimkan artikel artikel kalian ke redaksi kami via facebook Berita Hari Ini atau bergabung group facebook Berandalan Puritan. Artikel pilihan akan kami tampilkan di blog sederhana ini..yeah!

Tok Janggut (Oleh : Herry Nurdi)





Dahulu kala, di tanah Melayu ada seorang tua yang dipanggil dengan sebutan Tok Janggut. Ada setengah orang menyebutnya ulama, setengah lagi menyebutnya justru sebagai pengkhianat. Sejarah memang selalu menyisakan dua sisi yang tak pernah berhenti ditikaikan.

Tok Janggut dihukum mati oleh penjajah British. Setelah dibunuh, mayatnya digantung di atas pancang bambu. Kaki di atas, kepala di bawah, rakyat dipaksa untuk menontonnya agar menjadi peringatan yang tak lekang di dalam kepala. Apakah salahnya?

Nama aslinya Wan Muhammad Hassan Wan Muhammad Yunus, tapi orang-orang lebih memanggilnya sebagai Tok Janggut, karena janggutnya yang panjang. Ada yang menyatakan, Tok Janggutlah orang pertama yang mengumandangkan kata merdeka di tanah Malaysia dari penjajahan Inggris. Pemerintahan Malaysia memberikan anugerah gelar pahlawan nasional pada tokoh ini.

Zaman itu - Perang Dunia I- pertempuran berkecamuk hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satu komponen yang terlibat adalah kekuatan Islam, Khilafah Utsmani Turki. Kerajaan Inggris dan sekutunya menjadi kekuatan adikuasa yang berdiri di satu sisi. Di sisi lain, Khilafah Utsmani bersekutu dengan Nazi Jerman sebagai kekuatan alternatif.

Kedua kekuatan ini berperang dengan seru dan hebat. Semua komponen menjadi terlibat. Kawan-kawan Turki Utsmani dan Jerman, berdiri dalam satu barisan. Sedangkan Inggris, di seluruh wilayah jajahannya, diserukan untuk memberi bantuan tak terkecuali di tanah Melayu.

Perang propaganda dan agitasi juga dilancarkan. Inggris menghembuskan kabar ke negeri-negeri Melayu yang beragama Islam, jika Turki Utsmani yang bersekutu dengan Jerman berhasil menang, kaum Muslimin di seluruh dunia akan kesulitan menunaikan rukun yang kelima. Makkah dan Madinah akan di bawah kendali Jerman, dan berhaji bukan urusan gampang.

Nampaknya, agitasi berhasil dan umpan mendapat gigitan. Raja-raja di negeri Melayu termakan, bahkan sampai-sampai mereka mengerahkan rakyat untuk mendirikan shalat hajat agar British menang dan Turki Utsmani bersama Jerman bisa dikalahkan.

Bayangkan, raja-raja Melayu lengkap dengan ulamanya memobilisasi massa untuk memberikan dukungan pada British Raya. Hanya satu orang tua yang berani bersuara lain. Dia menolak, menentang dan melawan. Dia adalah Tok Janggut. Tak mau tunduk dan menentang. Khota Baru menjadi basis gerakan, melawan dominasi Inggris yang didukung raja-raya Melayu yang sudah tak jelas pandangan salah dan benar. Tak mau keadaan semakin runyam, tiga kapal tentara Inggris dikirimkan dari wilayah Singapura. Banyak pengikut Tok Janggut ditahan, sedangkan orang tua berjanggut panjang itu dihadiahi timah panas sebagai hukuman.

Singkat cerita, Inggris akhirnya menang. Khilafah Utsmani Turki tumbang. Kekuatan sekuler menancapkan kekuasaannya, sementara kekuatan Islam pelan-pelan musnah, lalu hilang untuk selamanya. Setelah Khilafah Utsmani runtuh, tanah Palestina dijarah oleh Inggris dan dihadiahkan kepada Zionis. Tak lama, susul menyusul tragedi di seluruh dunia Islam, dari Indonesia sampai Timbuktu, dari Thailand Selatan sampai ke Sudan.

Mungkin kisah ini terlalu disederhanakan. Mungkin kisah yang sesungguhnya lebih rumit dan begitu banyak cabang. Tapi ada satu benang merah yang ingin dimunculkan. Ternyata tanah Melayu ini dulu, para pemimpin di Nusantara ini dulu, punya peran yang tidak bisa dianggap ringan dalam keruntuhan Khilafah Utsmani Turki, satu-satunya daulah yang mempersatukan kekuatan Islam.

Hingga kini kita belum lagi memiliki satu pucuk kepemimpinan yang mempersatukan. Hingga kini, seluruh dunia Islam mendapatkan ujian yang memilukan; dijajah, dianiaya, dirampas kekayaannya dan sekian ketidakadilan lain oleh dunia. Sampai kapan?

Kita harus menjawabnya. Kita harus memberikan jawaban, dan harus menghentikan semua ketidakberdayaan ini. Cara pertama, jangan menjadi pengkhianat bagi kepentingan umat Islam!

Selengkapnya...


Sekadarnya, Secukupnya! (Oleh Herry Nurdi)





Berhadapan dengan seseorang atau sekelompok manusia yang melakukan kesalahan adalah, agar mereka mau menerima nasihat dan memperbaiki diri. Tapi banyak di antara kasus yang terjadi di sekeliling kita, ketika bertemu dengan seseorang yang melakukan kesalahan, justru target utamanya adalah membuat mereka merasa bersalah dan terpojokkan. Maka janganlah heran jika kita menemukan orang dan banyak kelompok menerapkan strategi untuk membela diri, mencari berjuta kilah, dan jika perlu memutarbalikkan fakta. Karena, sangatlah manusiawi, manusia tak ada yang mau dipersalahkan, apalagi dituding sebagai bertanggung jawab atas segala kekacauan.

Karena itu, dalam banyak kasus pemberian nasihat dan menegur kesalahan, Rasulullah menerapkan target bukan pengakuan kesalahan dari yang bersangkutan. Tapi kejujuran perasaan, penerimaan nasihat, dan perbaikan diri menuju kondisi yang lebih baik lagi.

Sampai hari ini saya masih belajar dengan keras, bagaimana caranya mengendalikan diri. Terutama ketika marah dan tidak senang hati. Pada anak-anak dan istri, pada teman-teman sejawat yang saya koordinatori, kepada pengendara sepeda motor yang seolah punya jalan sendiri, kepada banyak hal.

Kadang saya merasa marah dan tidak ridha hati, padahal masalahnya kecil sekali. Lalu kemarahan kecil itu, merembet, melebar, meluas, menjalar. Tak hanya satu nama yang disebut, tapi bertambah dua. Kemudian tiga, kemudian banyak yang disalahkan. Setelah reda, biasanya saya menyesal. Istighfar berulang-ulang.

Saya pernah membaca kisah tentang seorang Badui di zaman Rasulullah tercinta. Tapi mohon dimaafkan, saya lupa namanya, tapi saya ingat betul kisahnya. Tokoh kita ini, rumahnya jauh dari Madinah, dan sesekali saja berjumpa Rasulullah untuk mempelajari agamanya. Suatu ketika, ia belajar dari Rasulullah tentang kalimat yang diucapkan ketika seorang saudaranya bersin. ”Alhamdulillah,” yang bersin berkata demikian.

Lalu dijawab oleh yang mendengar, ”Yarhamukumullah.” Kemudian yang didoakan menjawab ulang, ”Yahdikumullah.” Begitulah agama ini, penuh doa-doa yang menggembirakan hati.

Singkat cerita, untuk beberapa waktu lamanya, si fulan dari suku Badui Arab ini tak berkunjung ke Madinah dan menemui Rasulullah tercinta. Suatu hari, ia berkunjung ke Madinah dan mendapat Rasulullah dengan para sahabat sedang menunaikan shalat. Lalu ia pun bergabung menunaikan shalat yang sama.

Di tengah-tengah shalat, ada salah seorang jamaah yang bersin. Tapi sang tokoh kita mendapati tak satu pun yang berkata Alhamdulillah dan menjawab seperti yang pernah ia dengar dari ajaran Rasulullah. Lalu dengan semangat ia mengingatkan, agar yang bersin melafazhkan hamdalah. Tapi semua dalam kondisi shalat, dan mata para jamaah memandangnya, seolah-olah melontarkan teguran bahwa ia bersalah. Dan memang, faktanya ia telah bersalah dengan bersuara di dalam shalat.

Setelah shalat, Rasulullah membalikkan tubuh dan bertanya, suara siapakah gerangan yang berkata-kata di dalam shalatnya. Biasanya, Rasulullah selalu mengenali suara-suara para sahabatnya. Tapi karena tokoh kita yang satu ini jarang bertemu dan hanya sesekali datang ke Madinah, Rasulullah pun tak terlalu hapal pada suaranya.

Ketika Rasulullah bertanya, tokoh kita ini, merasa bakal mendapat marah besar karena telah mengganggu shalat dan melakukan kesalahan. Dia sudah membayangkan hal-hal yang bukan-bukan. Tentang kemarahan Rasulullah, tentang hukuman yang akan diterimanya, tentang pandangan-pandangan semua orang atas dirinya. Tentang banyak hal.

Tapi rupanya, semua yang dikhawatirkannya tidak terjadi. Rasulullah hanya berkata, ”Tidak ada bacaan lain dalam shalat kecuali yang sudah ditentukan.” Dan seketika si fulan mengerti tentang kesalahan yang dibuatnya. Dan kegundahannya akan kemungkinan-kemungkinan hukuman yang ada di dalam dadanya, sirna seketika. Rasulullah memberikan teguran secukupnya, sekadarnya, karena Rasulullah mengerti yang melakukan kesalahan memang baru belajar dan banyak lagi yang perlu dipahami.

Saya selalu malu mengingat riwayat ini, karena seringkali saya tak secukupnya, tak sewajarnya, berlebihan dan tak mampu menahan kemarahan. Padahal marah pada orang yang salah, menegur seseorang yang alpa, tujuan besarnya adalah menasihati agar kembali pada jalan kebaikan dan kebenaran. Tapi ketika kita justru marah panjang kali lebar kali tinggi, barangkali pesan yang sesungguhnya ingin kita sampaikan tak pernah masuk ke hati.

Belum lagi jika yang dipersalahkan membela diri, melakukan perlawanan, memberikan argumentasi-argumentasi tandingan, maka yang lahir kemudian adalah perdebatan, saling bantah, dan bisa jadi tukar pukul dan baku hantam. Maka, keduanya bertambah jauh dari kebaikan dan kebenaran.

Semoga Allah mengampuni saya, yang sering kali berlebihan ketika marah. Astaghfirullah hal Adzim. Dan semoga Allah memberi kekuatan kepada saya, ketika kemarahan-kemarahan mengirimkan hasutan pada hati dan akal untuk berlaku berlebihan. Laa haula walaa quwwata illa billah. Dan semoga Allah senantiasa menjaga saya, selalu berada dalam kebaikan dan kebenaran. Amin ya Rabbal Alamin.

Selengkapnya...